*📢📢📢 ADZANLAH DENGAN SUARA YANG LANTANG, BUKAN SEKEDAR MERDU APALAGI HANYA MENDAYU-DAYU*
✅ Hal ini berdasarkan kisah sahabat Abdullah bin Zaid yang bermimpi lafadz-lafadz azan dan disampaikanlah kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan Beliau pun lalu bersabda,
فقم مع بلال , فألق عليه ما رأيت فليؤذن به فإنه أندى صوتا منك
"Berdirilah engkau bersama Bilal! Sampaikan kepadanya apa yang telah engkau lihat di dalam mimpimu kemudian hendaknya dia azan dengannya karena sesungguhnya Bilal itu lebih LANTANG suaranya darimu"
📚 (Abu Daud, no. 499 dan dihasankan oleh asy-syaikh al-Albani di dalam al-Irwa', no. 246).
✅ Al-Imam asy-Syafi'i berkata,
فأحب ترتيل الأذان وتبينه بغير تمطيط ولا تغن في الكلام ولا عجلة
"Aku menyenangi azan yang tartil dan jelas tanpa meliuk-liuk dan bernyanyi dalam ucapannya serta tidak terburu-buru"
📚 (al-Umm, 1/107).
👉 Pengingkaran Para Ulama Terhadap Tata Cara Adzan yang Melampaui Batas
✅ Disebutkan di dalam sebauah riwayat:
وَرُوِيَ عَنِ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّهُ قَالَ لِمُؤَذِّنٍ: إِنِّي أُبْغِضُكَ فِي اللهِ؛ إِنَّكَ تَبْغِي فِي أَذَانِكَ.
“Diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa beliau berkata kepada seorang muadzin, “Aku membencimu karena Allah. Sebab, kamu melampaui batas dalam mengumandangkan adzan.”
Pada riwayat lain disebutkan ;
أَنَّ رَجُلًا قَالَ: إِنِّي لَأُحِبُّكَ فِي اللَّهِ، قَالَ لَهُ: «وَلَكِنِّي أُبْغِضُكَ فِي اللَّهِ». قَالَ: لِمَ؟ قَالَ: «إِنَّكَ تَبْغِي فِي أَذَانِكَ، وَتَأْخُذُ الْأَجْرَ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ»
“Ada seorang berkata kepada Ibnu Umar, ‘Aku mencintaimu karena Allah.’
Ibnu Umar menjawab, ‘Akan tetapi aku membencimu karena Allah!’
Ia bertanya, “Kenapa demikian?”
“Sungguh kamu telah melampaui batas dalam mengumandangkan adzan dan mencari upah dalam membaca dan mengajarkan Kitab Allah”, jawab Ibnu Umar.
📚 (HR. Abdurrazzaq di dalam al-Mushannaf)
Tentang riwayat di atas Ibnu Rajab menyatakan,
يُشِيرُ إِلَى أَنَّهُ يَتَجَاوَزُ الحَدَّ المَشْرُوعَ بِتَمْطِيطِهِ وَالتَّطْرِيبِ فِيهِ
“Ibnu Umar memberi isyarat, bahwa yang dimaksud adalah melampaui batas yang ditentukan syariat, yaitu dengan cara tamthith dan tathrib.”
📚 (Fathul Bari 5/218)
✅ Ibnu Rajab rahimahullah juga mengatakan,
وَالقَوْلُ فِي الأَذَانِ بِالتَّطْرِيبِ كَالْقَوْلِ فِي قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ بِالتَّلْحِينِ. وَكَرِهَهُ مَالِكٌ وَالشَّافِعِيُّ – أَيْضًا. وَقَالَ إِسْحَاقُ: هُوَ بدعة -: نقله عنه إسحاق بن منصور.
“Fatwa terkait (larangan) adzan dengan cara tathrib sama seperti fatwa membaca Al-Quran dengan talhin. Dan hal itu dibenci oleh Imam Malik dan Imam Syafi’i. Ishaq (bin Rahuyah) mengatakan, “Perkara itu adalah bid’ah.”
📚 (Fathul Bari karya Ibnu Rajab 5/219)
✅ Imam Abu Thalib Al-Makki rahimahullah menyebutkan diantara perkara bid’ah di dalam adzan,
وَمِنْ ذَلِكَ التَّلْحِينُ فِي الأَذَانِ وَهُوَ مِنَ الْبَغْيِ وَالاِعْتِدَاءِ فِيهِ
“Termasuk perkara bid’ah adalah talhin dalam adzan. Hal ini merupakan perbuatan melampaui batas dan berlebih-lebihan."
📚 (Qutu al-Qulub fi Mu’amalati al-Mahbub wa Wasfu Thariq al-Murid ila Maqami at-Tauhid 1/282)
➡️ Talhin adalah memanjang-manjangkan bacaan, seolah-olah seperti melantunkan nyanyian. Hal ini makruh di dalam adzan dan iqamah.
📚 (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz (10/340) dan Asy Syarhul Mumti’ ala Zadil Mustaqni’ 2/70 )
➡️ Tathrib adalah memanjangkan mad (bacaan panjang) secara berlebihan disertai lekukan nada.
Ibnu Farhun rahimahullah menyatakan,
وَالتَّطْرِيبُ: مَدُّ الْمَقْصُورِ، وَقَصْرُ الْمَمْدُودِ
“Tathrib adalah: memanjangkan bacaan yang semestinya pendek dan memendekkan bacaan yang semestinya panjang (karena mengikuti naik turunnya nada).
📚 (Mawahibul Jalil fi Syarh Mukhtashar Khalil (1/438)
Ibnu Naji at-Tanukhi rahimahullah berkata,
يُكْرَهُ التَّطْرِيبُ؛ لِأَنَّهُ يُنَافِي الْخُشُوعَ وَالْوَقَارَ، وَيَنْحُو إلَى الْغِنَاءِ
“Tidak disukai perbuatan tathrib (melagukan adzan) karena menafikan khusyuk dan tenang, serta mengarah kepada penyerupaan lagu-lagu dan nyanyian.”
📚 Mawahibul Jalil fi Syarh Mukhtashar Khalil (1/438)