AS berkeinginan untuk membagi Negara Sudan
1. Sudan adalah negara yang memiliki kekayaan luar biasa. Cadangan minyaknya lebih dari 3 miliar barel. Cadangan emasnya mencapai 1.550 ton. Sudan juga memproduksi getah Arab (gum arabic) yang digunakan dalam industri makanan dan kimia. Kawasan Pegunungan Nuba di Sudan juga kaya akan cadangan uranium.
2. Posisi geografis Sudan juga amat strategis sebagai jalur perdagangan.
3. Benua Afrika, termasuk Sudan, secara mayoritas adalah bagian dari negeri-negeri Muslim di era Kekhilafahan Islam. Dakwah Islam ke benua Afrika dimulai pada tahun 641 M, yakni masa Kekhilafahan Umar bin al-Khaththab ra.
4. Sudan direbut Inggris dari tangan Khilafah Islam pada tahun 1898 Ketika kekuatan Khilafah Utsmaniyah melemah.
5. Setelah berkuasa di Sudan, Inggris mempertahankan kekuasaannya dengan melakukan taktik klasik: devide et impera (adu domba dan kuasai), baik secara etnis maupun agama dengan tujuan membagi negara itu menjadi dua wilayah yang berbeda: Sudan Utara dan Selatan.
6. Namun, dominasi Inggris di Sudan melemah setelah Amerika Serikat melalui PBB mendesak negara-negara Eropa agar memerdekakan negara-negara jajahan mereka. Usai deklarasi kemerdekaan Sudan pada tahun 1956, AS mulai mengokohkan hubungan diplomatik dan pengaruh politiknya di Sudan. Meski sempat mengalami pasang surut, kekuatan AS di Sudan semakin menggeser pengaruh Inggris.
7. Dulu AS menguasai Sudan Selatan melalui agennya, John Garang. Kini Amerika berupaya menempatkan Darfur di bawah kendali agennya, Hamidati, walaupun Jenderal Abdul Fattah al-Burhan dari militer Sudan (SAF) juga merupakan komprador AS dari kubu yang berbeda.
8. Konflik antara Jenderal Abdul Fattah al-Burhan dari militer Sudan (SAF) dan Letjen Mohamad Hamdan Daqalo ( Hamidati ) dari pasukan dukungan cepat (RSF) menjadi perang besar di sejumlah wilayah yang memakan korban puluhan ribu warga sipil.
9. Padahal sebelumnya Jenderal Abdul Fattah al-Burhan dan Mohamad Hamdan Daqalo adalah sekutu. Keduanya bekerjasama mengkudeta pemerintahan transisi pada tahun 2021. Lalu pada bulan April 2023 keduanya berseteru karena perebutan kekuasan.
10. Kondisi agak aneh karena pemerintahan al-Burhan dan komando militernya menahan diri dari memberikan dukungan militer dan logistik ke daerah-daerah yang dikuasai pasukannya di al-Fasyir selama setahun. Akibatnya, pasukan di al-Fasyir ini tetap terkepung, berperang dan menangkis serangan Pasukan Dukungan Cepat dengan sumber daya terbatas yang mereka miliki dari dalam kota.
11. al-Jazeera melansir di websitenya pada 28/10/2025: “Pasukan Dukungan Cepat pada Ahad pagi (26/10/2025) mengumumkan kontrolnya atas al-Fasyir. Hal itu setelah pengepungan yang berlangsung lebih dari satu tahun.
12. Terjadi bersamaan waktunya antara penyerbuan al-Fasyir oleh Pasukan Dukungan Cepat dan pengosongan Militer Sudan dari kota tersebut dengan pertemuan negara-negara Kuartet (AS, Saudi, UEA dan Mesir) di Washington. Ini menunjukkan tanpa keraguan sedikit pun bahwa keputusan penyerahan kota strategis tersebut kepada Pasukan Dukungan Cepat telah diambil di Washington.
13. Pada tanggal 24/10/2025 Amerika mengumpulkan agen-agen dan para pengikutnya di kawasan tersebut dalam apa yang disebut Kuartet (AS, Saudi, UEA dan Mesir) di Washington dan dimulainya pelaksanaan kehendak Amerika dengan gencatan senjata di Sudan.
14. Kuartet ini adalah redaksi yang dipilih Amerika sehingga tampak solusinya di Sudan memiliki kover regional juga, yakni dengan persetujuan negara-negara utama di kawasan. Selain itu juga untuk mencegah masuknya pihak ’asing’ dalam menangani konflik Sudan. Hal ini disampaikan oleh Penasihat Senior Presiden AS untuk Urusan Arab dan Afrika, Massad Boulos pada 25 Oktober 2025. Dengan begitu maka tertutup bagi negara lain, termasuk PBB dan terutama Inggris, ikut campur tangan dalam konflik di Sudan. Hal ini makin mengokohkan dominasi AS di Sudan
15. Kontrol Pasukan Dukungan Cepat atas kota al-Fasyir, yang merupakan kota strategis, berarti mengambil alih wilayah Darfur secara penuh dan lima provinsinya.